Kenapa Banyak Band Indie Gagal di Tengah Jalan

Kenapa Banyak Band Indie Gagal di Tengah Jalan (Dan Kenapa Kamu Harus Dengarkan HOUSEOFJOY Hari Ini Juga)

Di balik setiap lagu yang viral, ada ribuan karya yang tak pernah terdengar. Di balik gemerlap panggung, ada band-band kecil yang terseok, tumbang, dan hilang. Ini bukan cerita dongeng tentang perjuangan. Ini adalah realita: mayoritas band indie gagal, bukan karena mereka tak bertalenta, tapi karena sistemnya memang tak adil.

1. Mimpi yang Dibunuh Realita

Banyak yang memulai band dengan semangat: tongkrongan, gitar akustik, dan mimpi besar. Tapi berapa banyak yang kuat bertahan ketika harus rekaman sendiri, mixing sendiri, promosi sendiri, semua serba sendiri? Industri musik tidak ramah pada yang mandiri. Kalau kamu bukan artis jebolan talent show atau anak label, kamu harus lawan ombak sendirian.

2. Industri Musik Itu Penuh Orang Dalam dan Media Bayaran

Kami sudah melihatnya sendiri. Banyak musisi hebat tak pernah masuk media, tak pernah masuk playlist karena mereka tak punya koneksi. Banyak yang lagunya luar biasa, tapi tidak "dianggap" karena tidak masuk lingkaran eksklusif. Bukan rahasia: ada media yang hanya menyorot musisi yang bayar. Yang tidak bayar? Dianggap tidak ada.

3. Konsistensi Itu Mahal. Bukan Soal Semangat, Tapi Pengorbanan Total.

Kamu pikir kami hanya nongkrong dan ngeband? Dymaz kerja di toko buat nutup biaya hidup. Iyan kerja di event acara, bantu event sana-sini. Rizky banting tulang tiap hari kerja serabutan di bali. Tapi malamnya kami tidak tidur demi bikin musik. Kami produksi sendiri. Dymaz juga bertindak sebagai produser dan engineer. Semua alat masuk kamar. Bukan studio mahal. Tapi suara kami bisa menggetarkan kepala siapa pun yang dengar.

Banyak yang ingin jadi musisi. Banyak yang punya mimpi untuk manggung, dikenal orang, lagunya viral, dan hidup dari musik. Tapi hampir semuanya berhenti di tengah jalan. Kenapa? Karena konsistensi itu mahal bukan cuma soal waktu dan niat, tapi juga soal pengorbanan total.

HOUSEOFJOY bukan band yang punya privilege. Kami gak lahir dari keluarga musisi, gak punya alat canggih dari awal, gak punya modal gede, dan gak punya orang dalam. Tapi satu hal yang kami punya dari hari pertama: konsistensi yang dibayar mahal.

Bayangin aja:

  • Dymaz kerja di Toko Retail, tapi malamnya harus mixing, ngedit, nulis lagu, dan ngatur semua produksi dari kamar sempit penuh alat.

  • Iyan kerja sambil kuliah di Event, tapi tetap bantu produksi, bantu bikin nada di beberapa lagu, dan ikut ngulik walau capek kerja seharian.

  • Satu lagi Rizky personil kami lagi Kerja di Bali, dia kerja serabutan  di lapangan sambil tetap support band ini sebisa mungkin.

Semua alat kami masukin ke kamar Dymaz. Bukan studio proper. Gak ada bantuan. Gak ada manajer. Gak ada investor. Tapi kami terus bikin. Terus rilis. Terus ngulik. Gak berhenti walau hasil gak instan. Konsistensi kayak gini gak bisa dilakukan orang yang setengah-setengah.
Lo gak bisa ngarep rilis 1 lagu langsung meledak kalau lo bukan siapa-siapa. Gak ada tuh keajaiban instan. Yang ada adalah: kerja keras tanpa henti, sambil hidup tetap harus jalan.

Kami udah ngerasain kerasnya industri. Gimana media dikontrol uang, radio minta “sogokan,” dan algoritma cuma ngangkat nama besar. Tapi kami tetap jalan. Kenapa? Karena kalau nunggu sistem adil, lo gak bakal pernah naik. Kita harus bikin sistem sendiri.

Dan hari ini, kami udah gabung ke ekosistem FAM (Future Asian Music)   jaringan yang nyambung ke komunitas 88Rising. Tapi itu semua gak datang dari hoki. Itu datang dari berani konsisten di saat gak ada yang dukung.

Jadi kalau lo ngerasa lo cinta musik, tanya ke diri lo:
Berani konsisten sampai ngorbanin semuanya?
Karena musik sejati gak pernah dibuat oleh orang yang cuma “coba-coba.” Musik sejati lahir dari luka, pengorbanan, dan tekad yang gak bisa dibeli.

4. Konsistensi Tanpa Pondasi Ekonomi = Bunuh Diri

Banyak band bubar bukan karena mereka nggak sayang musik. Tapi mereka harus pilih: makan atau bikin lagu? Ngasih uang ke orang tua atau beli soundcard? Jujur, konsisten itu tidak realistis buat yang tidak punya pondasi ekonomi. Rilis satu lagu berharap viral? Mustahil kalau kamu bukan siapa-siapa. Harus ada X-Factor. Harus ada darah dan daging yang dikorbankan.

5. Kenapa Harus Dengarkan HOUSEOFJOY Sekarang Juga

Kami bukan sekadar band. Kami revolusi. Kami lahir dari nol, dari keringat, dari kamar sempit. Kami bukan cuma pengisi panggung, kami pengganggu sistem. HOUSEOFJOY adalah suara dari Asia Tenggara yang akan kamu ingat. Kami gabungkan rock, hip hop, experimental, soul, EDM, hingga etnik. Kami menyebutnya "The Next Rock." Kami bukan ikut tren, kami buat tren. Kami tidak dibentuk label, kami bentuk diri kami sendiri.

Kami bukan sekadar musisi, kami arsitek suara dari masa depan. Kami tidak ikut industri kami bikin ekosistem sendiri. Sekarang kami juga bagian dari ekosistem Future Asian Music (FAM) rumah baru bagi suara yang selama ini disisihkan. Kami bukan selebriti, kami bukan viral instan. Tapi dengar lagu kami dan kamu akan tahu: ini bukan suara biasa.

6. Kalau Kamu Beneran Cinta Musik, Ini Saatnya Pilih Sisi

Dukung yang beneran bikin musik dari hati. Yang produksi sendiri, yang nulis lirik dari luka, bukan dari brief manajer. Jangan cuma dengerin yang ditaruh di muka playlist. Telusuri. Temukan. Dan dengarkan HOUSEOFJOY.

Kami bukan band dengan bintang lima di Spotify, tapi kami punya bintang di kepala kami. Lagu kami bukan untuk semua orang. Tapi buat kamu yang siap dengar suara jujur dari generasi bawah, ini suara kami.

Kalau kamu ingin sesuatu yang benar-benar baru. Yang benar-benar berani. Dengarkan HOUSEOFJOY. Sekarang.


PENUTUP :
Kalau Lo Cuma Mau Viral, Mending Jangan Masuk

Jadi jangan heran kalau banyak band bubar, banyak musisi mandek, dan banyak mimpi kandas di tengah jalan. Mereka pikir musik itu cuma soal karya. Salah. Musik itu perang. Lo perang lawan waktu, tenaga, keuangan, realita hidup, dan kadang… diri lo sendiri.

Kami bukan band yang lahir dari privilege. Kami HOUSEOFJOY  dibentuk di tengah chaos, dijalankan sambil kerja kasar, dibiayai dari sisa makan, dan diproduksi dari kamar penuh kabel bukan studio megah.

Kami udah ngasih semuanya. Gak ada lagi yang bisa dikurangin.
Kami bukan hasil industri kami reaksi atas ketidakadilan industri.
Dan dari situ, lahirlah musik yang gak bisa dipalsuin.

Kalau lo dengerin lagu kami, lo bakal ngerasain itu. Lo bakal denger jeritan yang gak ditulis pakai pena, tapi pakai luka. Gak ada pretensi, gak ada pose. Cuma musik yang kami yakini bisa jadi peluru terakhir untuk bikin dunia dengerin: “Ini suara dari mereka yang lo cuekin.”

HOUSEOFJOY bukan buat semua orang. Tapi kalau lo cukup jujur untuk dengerin suara dari bawah tanah kami ada di sana, nunggu lo pencet play.

Dengarkan perjalanan kami di:

Ikuti Sosmed Kami di :
Instagram Account
X

Cari: HOUSEOFJOY (tanpa spasi)

Kami bukan podcast.
Kami bukan gereja.
Kami bukan album lama.
Kami adalah HOUSEOFJOY.
Sebuah band. Sebuah suara. Sebuah perlawanan.



Comments

  1. Relate banget banyak musisi indie yg keliatan coba2 cuma rilis beberapa karya tapi g bisa sustain karena ga punya mental salam bang gw baru mau mulai nulis lagu juga gw dari bandung makasi info nya

    ReplyDelete
  2. Semangat ya brayy! Kalian kuat

    ReplyDelete

Post a Comment